Perubahan Aturan Penangkapan dalam Revisi KUHAP yang Dibahas oleh DPR
DPR sedang mengkaji revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang akan membawa sejumlah perubahan pada aturan penangkapan. Berikut adalah perbandingan antara aturan penangkapan dalam draf RKUHAP yang sedang dibahas dengan KUHAP yang berlaku saat ini:
Aturan Penangkapan dalam Draf RKUHAP:
-
Siapa yang Berwenang: Penyidik, Penyidik Pembantu, dan PPNS di bawah perintah Penyidik Polri berhak melakukan penangkapan. Penyidik di Kejaksaan, KPK, dan TNI AL juga dikecualikan dari larangan penangkapan.
-
Alat Bukti Minimal: Penangkapan harus didasarkan pada minimal 2 alat bukti.
-
Prosedur Penangkapan: Penyidik harus memiliki surat tugas dan surat perintah yang mencantumkan identitas tersangka, alasan penangkapan, uraian singkat perkara, dan tempat pemeriksaan.
-
Masa Penangkapan: Maksimal 1 hari, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang. Penangkapan lebih dari 1 hari dihitung sebagai masa penahanan.
-
Pengecualian: Penangkapan tidak dilakukan untuk tindak pidana dengan ancaman denda kategori II (seperti yang diatur dalam UU KUHP).
Aturan Penangkapan dalam KUHAP yang Berlaku Saat Ini:
-
Siapa yang Berwenang: Penyidik dan Penyidik Pembantu di bawah perintah penyidik Polri dapat melakukan penangkapan.
-
Bukti Permulaan yang Cukup: Penangkapan dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
-
Prosedur Penangkapan: Surat tugas dan surat perintah dengan informasi identitas tersangka dan alasan penangkapan harus diserahkan kepada tersangka.
-
Masa Penangkapan: Paling lama 1 hari, kecuali untuk tersangka yang telah dua kali tidak memenuhi panggilan tanpa alasan sah.
Revisi RKUHAP menghadirkan pengaturan yang lebih rinci, termasuk pengecualian, jumlah alat bukti, dan penghitungan masa penangkapan sebagai masa penahanan. Selain itu, larangan penangkapan untuk kasus tertentu, seperti ancaman denda spesifik, juga menjadi sorotan dalam draf RKUHAP.